Biji Jagung Purba Ditemukan di Situs Liyangan



TEMPO.CO, Purwokerto - Biji jagung purba yang diperkirakan ditanam pada abad ke-8 hingga 10 ditemukan di situs Liyangan, Temanggung, Jawa Tengah. Temuan tersebut diharapkan bisa menjelaskan sistem budi daya pertanian pada masa itu.

“Selain butiran jagung, kami juga menemukan sisa nasi yang masih di dalam bakulnya,” kata Kepala Balai Arkeologi Yogyakarta, Siswanto, setelah membuka Unsoed Fair 2014 di Grha Widyatama Unsoed, Kamis, 23 Oktober 2014.


Menurut Siswanto, temuan tersebut sangat membantu memberi penjelasan budi daya pertanian dan teknologi pertanian di Jawa pada masa itu. Ia menduga benih jagung tersebut berasal dari luar Nusantara. Kemungkinan itu ada karena pada masa itu Indonesia mempunyai hubungan baik dengan dunia internasional.

Tim arkeologi juga menemukan bulir padi yang diduga merupakan padi asli Jawa di situs ini. Bulir tersebut sudah menjadi arang. “Bulir padi ini ditemukan di antara penemuan lainnya di lokasi itu,” kata Siswanto.

Siswanto menambahkan, bulir padi purba itu ditemukan sekitar 7,5 kilometer dari puncak Gunung Sindoro, tepatnya di bekas aliran lahar gunung itu di Dusun Liyangan, Desa Purbosari, Kecamatan Ngadirejo.

Situs Liyangan, kata Siswanto, merupakan permukiman pada masa Kerajaan Mataram Kuno pada abad ke-9. Penduduk setempat meninggalkan desa mereka karena Gunung Sindoro meletus dan memuntahkan lahar panas.

Pada 2009, situs itu mulai dieksavasi. Mulanya penggali pasir yang menemukan berbagai benda purbakala yang sudah menjadi arang. Sejumlah benda purbakala yang ditemukan, di antaranya, rumah dari bambu beratap ijuk, pagar jalan kampung, dan pendopo. Semuanya sudah menjadi arang. Namun, di lokasi itu belum ditemukan fosil manusia. “Kemungkinan mereka sudah mengetahui bahaya mengancam dan segera mengungsi,” kata Siswanto.

Siswanto menyebutkan luas lokasi yang sedang dieksavasi mencapai satu hektare. Di lokasi itu juga ditemukan candi sebagai tempat peribadatan. Juga 40 guci Cina dari Dinasti Tang. Situs Liyangan terdiri atas tiga bagian, yakni hunian, peribadatan, dan pertanian.

Ketua Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Unsoed, Profesor Totok Agung, mengatakan bulir padi yang ditemukan oleh Balai Arkeologi mungkin merupakan padi yang hanya ada di Pulau Jawa. “Saya menduga itu padi jenis subspesies Javanicus,” kata Totok.

Padi jenis itu, kata Totok, sangat enak dan wangi. Padinya mempunyai buluh yang banyak, namun masa tanamnya cukup lama, sekitar 6-8 bulan.

Totok menyebutkan padi itu masih bisa ditemui di pedesaan dengan pertanian yang masih sangat tradisional. Dulu, kata dia, ada padi bernama grendeng. “Padi grendeng inilah yang kemungkinan mempunyai kekerabatan yang dekat dengan padi yang ditemukan di Liyangan,” kata Totok.

Unsoed, kata Totok, bisa meneliti padi jenis itu karena sudah mempunyai peralatan uji DNA di laboratoriumnya. Laboratorium ini sempat populer karena terkait dengan proyek Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat.

Meski begitu, melihat bulir padi yang sudah menjadi fosil, padi jenis itu sudah tak mungkin untuk ditanam kembali. “Tapi, untuk konservasi plasma nutfah asli Indonesia, penelitian ini sangat penting,” kata Totok.

sumber : Tempo.co

No comments

Powered by Blogger.